Dinding
Ada laba-laba hitam menyulam jaringnya di tembok keraton putih
Ada barisan semut mengangkut remah-remah kue untuk harapan esok hari
Ada coretan pensil berwarna dari jari-jari kecil yang tak pernah berhenti tertawa dan lupa kata sedih
Ada pula debu, yang tidak rela pergi meski sudah dibersihkan berkali-kali
Dinding
Semua bersumber dari sana
Ia rela menjadi kanvas untuk apapun yang ingin kau torehkan
Dengan memukulkan paku untuk memajang bingkai foto kenangan, tempelan kertas poster yang perlahan melukai tampilan, atau baut-baut yang kau lilitkan pada dirinya yang perlahan berkarat dan meninggalkan bekasnya
Namun ia tetap saja rela menjadi teman sandaran kala sedihmu menginvasi yang tidak seorang pun bisa menopang itu
Merangkul kedua lutut, sambil menunduk lamat-lamat
Pada malam, pada hari demi hari kala pikiran berkecamuk dan tak pernah berhenti selesai
Dan sepertinya, sepasang manusia sedang membangun dindingnya masing-masing
Menjadikannya pemisah
Memecahnya menjadi dua kubu yang tak sudi menoleh dan mengiba kembali
Namun mungkin saja, di balik dinding itu ada dia selalu berdiri, enggan pergi, sedang memelas kasih
Merapalkan harap pada dinginnya dinding yang baru saja dibangun
Apakah memang betul, tak akan pernah muncul rasa kekurangan saat kehilangan seseorang yang diharap mampu membangun dinding bersama?
Kalau memang iya
Kira-kira saja
Sudah setinggi apa dinding yang kau bangun sekarang?
Komentar
Posting Komentar